“Murabbiku” “Dibalik tabir”

December 04, 2015
“Murabbiku”

“Dibalik tabir”

Pergantian siang dan malam terasa begiru cepat.Tanpa disadari bahkan layaknya sebuah mimpi. Ia datang dengan sesegera dan lenyap tanpa adanya pemberitahuan, begitulah perjalanan hidup, yang melaju cepat ibarat kereta api dengan membawa gerbong-gerbong perubahan tanpa terlihat dimana stasiun titik pemberhentian.

Syakila Humaira, itulah namanya. sosok gadis cantik primadona desa, yang kini berprofesi sebagai seorang pramugari maskapal Garuda Indonesia, ia seorang gadis muda yang baru berumur 23 tahun berdarah Aceh dan pastinya ia pun mahir berbahasa Aceh. Banyak pemuda yang mengejar-ngejar dia, mulai dari perjaka biasa maupun anak konglongmerat yang tinggal di kotanya juga ingin segera bersanding dengannya pada akhir tahun ini, namun ia menolaknya secara mentah, karena cita-cita besarnya untuk membahagiakan kedua orang tuanya belum juga tercapai.

Pagi nan sejuk menyentuh sampai ketulang rusuk, ributnya suara kokokan ayam ketika subuh tiba perlahan mulai hilang seiring mentari meninggi. sambil menyeruput secangkir teh hangat, syakila berbicara panjang lebar bersama kedua orang tuanya, terutama ibu. baginya sosok ibu adalah guru terbaik yang pernah ia temui, ibu adalah murabbi hati yang maha mengerti keadaannya setiap berlalunya waktu. Jangankan memukul, memarahinya saja tak pernah. Begitupun dengan sang ibu, ia senantiasa bersikap lembut pada anaknya, baginya syakila adalah segalanya, selain anak satu-satunya yang ia miliki, syakila juga seorang gadis luar biasa, ia sangat mahir membaca al-qur’an, mahir memasak, dan yang terpenting akhlak dan perangainya juga sangat bagus ,tak pernah sekalipun ia mendengar kata-kata bantahan dari anaknya itu.

Hari-hari syakila dahulu adalah seorang pengajar anak TPA di sebuah surau kampungnya, ia menjadi guru kesayangan para murid, selain cantik ia juga sangat baik, suara merdunya ketika melantunkan ayat suci Al-qur’an membuat murid terpana, ditambah lagi dengan pembacaan makna ayat suci tersebut yang ketika orang mendengarnya sangat menyentuh palung hati. Namun tragedi pilu terjadi pada akhir-akhir ini, sosok syakila yang dikenal alim, ramah, dan juga patuh terhadap kedua orang tuanya, telah banyak berubah, sikapnya yang lugu berubah drastis sejak memulai karir menjadi seorang pramugari yang harus meninggalkan kewajiban berhijab.

Sambil menuangkan teh dalam gelas Ayah, sang ibu terus bertutur lembut dengan syakila, hingga ibunya bertanya pada syakila tentang ketidaksukaannya akan pekerjaan anaknya saat ini.
“Nak, hati ibu sangat senang, kini kau telah mendapatkan pekerjaan baru” ucap sang ibu sambil tersenyum
“Tapi ibu sangat sedih melihat kedaanmu lanjut sang ibu kemudian
“Kenapa bu , apa yang membuat ibu sedih ?? tanya syakila penasaran
“eemm .. (ibu hanya diam)” takut anaknya akan tersinggung
“Apakah aku tak memberimu uang selama ini bu ?? atau tidak cukup bagi ibu ?? tanya syakila dengan penuh keheranan !!
“Apakah ibu menginginkan sesuatu ?? emas ?? rumah baru ?? atau mobil bu ?? lanjut syakila kemudian
“Bukan nak,,” jawab ibu memotong ucapan anaknya
“Ibu tak suka kau tak lagi berhijab” ucap ibu sambil menunduk
“Ibu kan tahu, aku bekerja sebagai pramugari, dan aku dilarang untuk berhijab” jawab syakila mengharap pengertian ibunya

Suasana tiba-tiba menjadi hening,, tanpa terdengar suara, melainkan suara detak jarum jam dinding yang terus berbunyi..

Seusai sarapan pagi syakila bersiap-siap untuk pergi menuju Sultan Iskandar Muda Airport, yang berada di desa Blang Bintang, Aceh Besar. Selepas berkemas akan keperluan selama ia berpergian, syakila menyalami ibu dan ayahnya sebagai tanda pamitan sebelum kepergiannya.
Bu, aku pamit ,, hari ini aku bertugas untuk keberangkatan penumpang menuju Singapura”  ucap syakila sedikit memohon
“Baik lah nak, berhati-hatilah disana” ,, jawab ibu dengan senyuman sedikit paksa.
Sebenarnya ibunya merasa berat mengizinkan anaknya pergi, karena anaknya meminta izin secara tiba-tiba tanpa sepengetahuannya bahwa syakila akan kembali bekerja.
Nak, Kemanapun kau pergi, ingatlah pada Allah, ialah pemilik segalanya” Harap ibu dengan wajah merengut.
“Baik bu, aku akan mengingat pesan ibu” ujar syakila meyakinkan sang ibu
“Oh ya nak, al-qur’an kesayanganmu mana?? Apa kau membawanya ?? cetus ibu
ingin tahu
“Eeuuuu ,, eeuuuu, aaaaadaaa, aaaaddaa bu di dalam tas” jawabnya dengan nada kikuk
“Dimana nak, ibu ingin melihatnya” pinta ibu sedikit curiga
“Ada bu, aku pasti membawanya setiap waktu kemanapun aku pergi” jawabnya menyakinakan sang ibu. Padahal sebenarnya ia sedang berusaha menutupi kebohongan. Selama ia diterima bekerja sebagai pramugari sebulan yang lalu, ia semakin jauh dengan al-qur’an, bahkan tak pernah menyentuhnya sekalipun.
Tiiin tiiiin ,, suara klakson mobil berbunyi ,, menghentikan pembicaraan syakila dan ibunya. Sebuah Mercy merah parkir di halaman rumah, lalu syakila pun menghampiri mobil tersebut, ternyata yang datang adalah meyda partner kerjanya.
Setelah berbincang , keduanya pun masuk ke mobil, lalu melambaikan tangan,,
“Bu,, kami pergi ya,, pinjam syakila ya bu” ucap meyda bercanda. lalu keduanya pun pergi. meyda adalah anak orang kaya, ia telah kenal dekat dengan keluarga syakila, bahkan ia pernah menginap selama beberapa hari semasa orang tuanya berlibur ke kota London.

Waktu terus berganti, Jadi seorang pramugari memang tak selamanya indah, pahit manis hidup menghadapi setiap penumpang pesawat telah ia lalui, kadangkala ia mendapat cacian, sapaan manis, senyuman sinis, bahkan diperlakuakan secara tidak senonoh oleh penumpang dari negara asing. Syakila bekerja dengan sangat profesional, selain disiplin ia juga sangat konsisten dengan pekerjaannya.Meskipun begitu sibuk, ia selalu pulang kerumah menjenguk orang tuanya setiap hari libur walau hanya beberapa hari saja kemudian ia pun pergi lagi.
Ibunya sering berpesan ketika ia pulang “ Nak pakailah jelbab,,Pakailah jelbab agar kau tak dianggap gadis sembarangan nak” ucap sang ibu
Namun syakila selalu mengelak dan menjawab “ Aku ini pramugari bu, aku harus kelihatan cantik” jawabnya memohon pengertian.
“Ibu tahu nak, tapi ibu khawatir orang-orang berani melakukan hal senonoh terhadapmu” ujar sang ibu.
“Ibu juga takut Allah murka terhadap keluarga kita nak” lanjut ibu dengan wajah sedih.
“Sudahlah bu,, aku kan bekerja karena ibu dan ayah” lupakan saja hal lain, jawab syakila sedikit membentak.
Begitulah cek-cok keduanya setiap akhir pekan sewaktu ia kembali kerumah.

Hari ini syakila dan kawan-kawan bertugas membawa penumpang ke Melbourne, Australia. Mereka adalah para wisatawan asal australia yang mengunjungi Aceh dan menetap selama 6 bulan lamanya. Seusai mendarat Garuda Indonesia kemudian lekas kembali ke Indonesia. Setelah transit di Jakarta Mereka pun kembali ke negeri “Tanoeh Rencong” Aceh. Namun dalam perjalanan pulang terlihat seorang penumpang laki-laki memerhatikannya. Kemudian mendatanginya secara diam-diam dan mengajaknya melakukan hubungan terlarang, bagaimana tidak syakila adalah gadis cantik, lagi berwajah anggun, ditambah lagi pakaiannya yang seksi sehingga mengundang nafsu laki-laki yang berada di sekitarnya.Mendengar ucapan tersebut, dengan spontan ia menolak.
“Beraninya anda bicara kotor dengan wanita, Plaaaak, suara tanparan terarah dipipi  sebelah kiri pria tersebut
“Ku..rang ajar kau” ucap laki-laki itu sambil mendorong syakila ke kamar mandi tak terima diperlakukan sedemikian rupa.
“Aku bukan wanita murahan” ujar syakila melawan
“Kriiiek,,” suara robekan baju terdengar. Pria tersebut mengoyakkan bajunya sebagai alasan bahwa syakila lah yang meminta melakukan perbuatan terlarang tersebut, sehingga dia lah yang bersalah.
Tak lama kemudian, Co. Pilot dan para pramugari lainnya mendatangi mereka, lalu pria tersebut menceritakan awal kronologis kejadiannya,  dengan mengatakan bahwa syakila lah yang memaksa melakukan perbuatan hina tersebut. Walaupun semua pramugari membelanya, namun ia tetap tersalah.Karena tak seorang pun yang melihat pasti bagaimana kejadian tersebut. Syakila pun hanya terduduk sedih, lipstik dibibirnya telah mengenai hidung dan mata kanannya.
Berselang beberapa menit setelah kejadian, pesawat pun mendarat. Syakila yang masih berwajah kusut dituntun oleh pramugari lainnya untuk turun menemui C.o Garuda Indonesia, dan tanpa diduga ia diminta untuk resain dari tugasnya atau dipecat.   Syakila yang masih trauma lalu mendengar ucapan C.o tersebut tiada membantah melainkan diam seribu  bahasa. Lalu ia langsung keluar dan meminta Meyda mengantarnya kerumah.

Hari- hari terus berlanjut, kondisi rumah masih layaknya biasa, senyap sepi dan tak karuan. Jelas saja, yang tinggal dirumah tersebut hanyalah sepasang suami istri yaitu ayah dan ibu syakila. Kadangkala rumahnya menjadi ramai ketika syakila kembali kerumah dari pekerjaannya sebulan sekali.
“ Assalamualaikum Syakila pulang bu” ucap syakila dibalik pintu rumah
“ Wa alaikumus salam nak” jawab sang ibu dengan sedikit kaget karena melihat ruman tak sedap dari raut wajah anaknya.
“Kenapa dengan kamu nak” tanya ibu penasaran bercampur sedih.
Air mata yang tadi hendak turun, kini dengan ikhlasnya keluar dan mewakili keinginan didalam hatinya. Seakan tak ada celah , air mata itu turun dengan deras membasahi pipi lembut syakila.
Melihat ibu yang dengan rasa penasaran , akan tetapi syakila yang hanya diam, meyda mencoba menjelaskan awal permasalahannya,,
Setelah menjelaskan, sang ibu pun memahaminya,

Syakila sambil merangkak lalu bangun mencapai sang ibu. dengan tangis terisak ia memeluk ibu yang berdiri dihadapannya.
”Bu, mafkan aku” ucap syakila penuh penyesalan
“Kan sudah ibu katakan, tapi kau tak menghiraukannya” ucap ibu sedikit kesal
“Tapi kan akubekerja bu” Jawab syakila membela diri
“Apa pekerjaan itu segalanya bagimu, hingga kau meninggalkan jalan tuhan ?? Bentak ibu dengan geramnya
“Tidak bu ,, maafkan aku.. aku salah, maafkan aku” .. pinta syakila dalam menangis
”Maafkan ibu juga nak,, ibu tak bermaksud membentakmu” ucap ibu mengharap pengertian
“Iya bu, aku faham maksudmu” jawab syakila menenangkan hati ibu
“Sudah-sudah,, hapuslah air matamu,, jangan ada lagi sendu sedan itu” ujar ibunya
“iya bu .....” jawab syakila
“Bangunlah sayang ,,mandi lalu kita akan makan siang bersama, ibu telah memasakkan makanan kesukaanmu” pinta ibu pada syakila
“Iya bu, terima kasih ya , pelukan syakila kian erat, lalu mencium pipi kiri sang ibu”
Sambil mentap kedua belah mata anaknya, sang ibu pun berkata
“Ibu senang kamu disini nak, tak mengapa kau tak berkerja, asalkan kau selalau ada untuk ibu, dan selalu patuh terhadap titah Allah tanpa mengenal rasa lelah sekalipun. Ungkap ibu penuh keikhlasan.
“Iya bu , aku faham” jawab syakila penuh kelembutan
“Apakah kau tahu nak, ibu selalu memasak makanan kesukaanmu setiap hari, walau sebenarnya ayahmu menginginkan masakan lainnya. Ujar ibu memberitahukannya
“Ibu,, syakila minta maaf ya.. syakila merasa bersalah telah marah-marah sama ibu” jawab syakila merasa sedih bercampur senang
“Sudahlah sayang, segeralah mandi, azan telah dikumandangkan” ucap ibu kemudian

Hidup terus berjalan, merangkak tanpa mengenal lelah, syakila yang dahulu seorang pramugari, kini tak lagi ia menyangga pekerjaan tersebut. Seiring waktu berlalu akhirnya syakila pun kembali ditawarkan jadi guru TPA di surau kediamannya, dan ia bahagia menjalani kerja barunya tersebut.
Kehidupan adalah skenario tuhan yang telah tersusun rapi dalam setiap bait-bait lembaran kuasanya. Kisah hidup terus berlanjut, pahit manis cerita masa lalu telah jadi kenangan, kini ia telah tegar menikmati hidupnya, walau masa depan  laksana sebuah misteri yang tiada satupun tahu bagaimana akhirnya. Lelahnya hidup bukan lagi jadi problema besar, kasih sayang sang ibu senantiasa menyirami jiwa, ibu adalah cahaya dalam gelapnya malam, ia bak angin penyejuk tatkala kegundahan bertahta, ialah murabbi yang tertutup tabir, sosok penuntun suramnya terowongan hati.

“Murabbiku” “Dibalik tabir” “Murabbiku”  “Dibalik tabir” Reviewed by IQBAL MAULANA on December 04, 2015 Rating: 5

cerpen inspirasi ''Tetesan Embun Penyegar Hidupku, (ISLAM)''

December 04, 2015

TETESAN EMBUN PENYEGAR HIDUPKU (ISLAM)




Kehidupan adalah skenario tuhan yang telah tersusun rapi dalam setiap lembaran kuasanya. Begitulah ungkapan yang pernah kudengar dari para pujangga yang dituangkan dalam setiap bait-bait melalui tinta penanya. Ungkapan yang tak asing kudengar namun tak kunjung ku memahami kata-kata itu.                                                                                

Iqbal Maulana, itulah namaku, sosok pria tampan yang dilahirkan 19 tahun silam dari pernikahan pasangan keluarga sederhana Tuan Zulkifli dan Nyonya Nuraini, yang kini sosok pria itu telah merangkak jauh dari harapan suci kedua orang tua yang sangat membanggakannya.                              
Perjalanan hidup seakan tiada lagi berarti, kegundahan hati kian merasuki ke dasar jiwaku. Langkah kaki yang kujalani kian terlumuri oleh dosa-dosa, kejahatan yang terjadi oleh ulah tanganku telah berceceran ke sembarang hati. Pembunuhan, penabur kebencian, dan segala keburukan telah kulakukan hingga bahkan aku begitu repot menghitung puing-puing dosa itu yang telah berkecamuk dan menyatu dalam tubuh yang satu.

Malam telah berlalu, pagi pun perlahan mulai tanpak. Sejuknya angin tatkala subuh hari terasa sampai menyentuh tulangku. Rintikan hujan pun mulai turun membasahi bumi dunia, Gerimis hujan turun menyentuh aspal hitam dan memercikkan air ke celana yang telah kusingkap sampai kelutut. Baju bermerek lea yang kukenakan juga telah basah kuyup hingga membuat badanku menggigil dengan gerak tak menentu. Aku terduduk di halte bus yang berada tak jauh dari jalan tempat berlalu-lalangnya para pencari nafkah untuk orang-orang yang mereka cintai. Dengan wajah yang merengut aku menatap lurus ke jalan, tanpa sucuil senyuman yang tanpak dari wajahku kecuali hanya tatapan kosong yang dipenuhi oleh beribu tanda tanya kegalauan hati.    Hidupku kini telah hancur dan tak berarti laksana ceceran dedaunan yang diterpa riuhnya angin malam, dan terombang-ambing tanpa adanya arah yang pasti.                                                                        
 Mungkin ini adalah takdirku, Ucapku dalam hati.                                                                  
Mungkin ini adalah takdir tuhan menjadikan hidupku seperti ini. Lanjutku kemudian                              
Bisikan itu kian sering terbesit dan terngiang dalam fikiran yang lemah ini. Seketika sosok gadis tak kukenal duduk di dekatku, dengan memakai kerudung merah dan memegang sepasang mukenah putih yang didekapkan ke dadanya. 
                                                                                                                      
Siapa  dia ?? tanyaku dalam hati                                                                                                          Wajah itu begitu asing dari pandangan mataku. Bukannya aku penduduk asli komplek ini ?? tanyaku pada diri sendiri..                                                                                                                                  Atau mungkin ia adalah pendatang baru dan akan tinggal di komplek ini, sehingga aku tak mengenalnya. Fikiranku masih bertanya-tanya, tapi entahlah, untuk apa aku memikirkan orang asing yang tentunya takkan berarti apa-apa bagiku, Fikirku singkat. Aku mencoba tenang dan tak menghiraukan gadis itu, meskipun terkadang  aku mencuri kesempatan untuk melihat sosok bidadari fajar yang turun tatkala subuh tiba seiring dengan meningginya mentari pagi, begitulah umpama yang terlukis di mataku akan rupanya yang begitu cantik dan mempesona. Namun ternyata lirikan mata elangku tak secepat kilat disaat aku melihat para musuh yang pernah kutawan dan kubunuh beberapa bulan yang lalu semasaku berstatus sebagai pembunuh bayaran.           
Heee ,, kenapa anda melihatku seperti itu?? Tanya gadis itu                                                               
Eh , ehm, tidak tidak, aku tak melihat kau. Jawabku dengan nada kikuk karena rasa malu.                      
Seketika suasana pun menjadi hening …....                                                                                                    
Nama kau siapa ? Tanyaku memberanikan diri                                                                                        Ulfa Mailysa, panggil saja Ulfa, atau  Fa ,, Jawabnya menatapku. 
Oooo oke,,, Ulfa,,,, hmmm Fa.                                                                                              
Fa saja, aku lebih senang dipanggil demikian, itu panggilan sayang ibuku kepadaku. Jawab gadis itu dengan sedikit tersenyum melihat keluguanku dan jawaban yang sedikit nervous.                                   
Kau tak takut padaku ?? Tanyaku kemudian.                                                                                      Kenapa harus takut, bukankah yang harus kita takutkan adalah tuhan ???? Jawabnya simple.              Bulu romaku seketika bangun dan suasana hatiku menjadi dingin tak karuan.                 
Tuhan ?? tuhan , tuhan, tuhan. Mulutku melafazkan kata-kata itu.                                                                
Iya, tuhan. anda tak mengenal tuhan ? tanyanya dengan mengerutkan kening.                                        
Anda beragama islam bukan ? anda memiliki kartu pengenal ? tanyanya lagi.                                      Aku pernah mendengar kata-kata itu. Ini ,,, jawabku setelah  membuka dompet dan menunjukkan Ktp pada gadis tersebut.                                                                                                                              Anda pernah Sholat, ? atau Salawat, ?                                                                                    
Sholat ? tanyaku kemudian.                                                                                                                 Dimana aku bisa menemuinya ?? lanjutku dengan rasa penasaran.                                                                
Setelah sekitar lebih kurang 6 jam kami berbincang, seketika adzan dikumandangkan……                  

Itu adalah panggilan sholat, datanglah kesana, dan temui tuhanmu di mesjid. Gadis itu tersenyum lalu pergi.                                                                                                                                                       Aku beranjak pergi dengan beribu tanda tanya mengawang di fikiranku.Aku melangkah menuju mesjid berkubah putih, dengan badan lemas akibat minuman keras yang kuteguk semalam. Sesampainya disana aku menemui sosok laki-laki tua yang tengah memasuki pintu gerbang mesjid.                                              
Hee pak tua, aku mencari tuhan, seorang wanita yang kutemui tadi mengatakan tuhan ada disini.Tanyaku dengan suara mabuk.                                                                                                         Laki-laki tua itu tersenyum, lalu berkata, Wahai anakku tuhan itu berada dihatimu,, yang mampu mempertemukan ia denganmu adalah dirimu sendiri. Jawab laki-laki tua itu.                                         Hah , yang benar saja pak ? tanyaku merasa dipermainkan.                                                                Tentu saja, Jawabnya tersenyum,, Apa kau benar-benar ingin bertemu tuhan ??                                     Iya pak , dimana dia ? Tanyaku penasaran.                                                                                               Ikuti saya , agar imanmu terasa lebih mantap wahai anakku. “Asyhadu An Laaa Ilahha Illallah“,, Wa Asyhadu Anna Muhammadur Rasulullah”                                                                                          Aku mengikuti kata-kata itu dengan suara terbata-bata. Hingga seterusnya aku melafadzkan sampai berulang kali.                                                                                                                                 Pulanglah wahai anakku, temui kedua orang tuamu, dan mintak maaflah kepada mereka, setelah selesai permintaan maafmu, kembalilah kesini. Saya akan menunggumu disini,. Jawabnya sembari tersenyum.                                                                                                                                                

Waktu terus berganti, layaknya sebuah roda yang berputar tanpa titik henti. Gaya hidup islami telah mengubahku menjadi insan yang lebih baik dan berbudi luhur. Keadaan hati kini mulai terang, jalan yang dahulu berliku seakan terjulur searah dengan langkah kaki dan membawaku dalam nuansa ketenangan dan damai.                                                                                                                         

Hari-hariku dipenuhi oleh tetesan air mata yang membasahi sajadah sujudku. Hobiku yang dahulu kugemari adalah nongkrong kini telah berubah dengan duduk tawarruk memanjatkan do’a ampunan. Di atas sajadah yang terjulur panjang aku duduk sendiri seiring bertasbih memuji nama sang pencipta, Allah Subahanahu Wata’ala.                                                                                                     Assalamu’alaikum wahai anakku,, sebuah suara terdengar dari belakangku. Dan ternyata suara itu adalah suara K.H. Abdullah yang biasanya sering ku memanggilnya laki-laki tua.                                         
Wa Alaikumus Salam Kiayi,, Silahkan duduk Kiayi Abdullah.                                                                        
Baik, wahai anakku Iqbal Maulana. Terima kasih banyak, jawabnya dengan senyuman.                               
Wahai anakku, kini engkau telah mengenal tuhan bukan ? Ia adalah sosok pencipta kamu,Ibumu,ayahmu dan seluruh orang-orang yang bernyawa di bumi ini. Kini hidupmu telah menjadi pribadi yang baik. Aku menginginkan kamu menjadi pengurus mesjid ini, kamu yang akan mengumandangkan nama tuhanmu setiap masuknya waktu sholat dengan suara indahmu hingga terdengar ke plosok komplek ini. Apakah kamu bersedia wahai anakku ?? kiayi Abdullah bertanya padaku                             
Baik kiayi, dengan izin Allah, jika itu baik tentunya akan saya lakukan dengan sepenuh hati.                   
Syukurlah wahai anakku, saya sungguh bahagia mendengarnya. Ada satu hal lagi yang hendak saya uratakan padamu, wahai anakku. Ujanya kiayi Abdullah                                                                         Apa itu wahai kiayi ? jawabku penuh rasa penasaran.                                                                         Kamu adalah anak yang baik, kamu juga pemuda yang mau berusaha sekaligus berani. Saya ingin Ananda Iqbal Maulana menikah dengan putri saya yang pertama. Sebentar lagi ia akan kesini menemuimu.                                                                                                                                               Wahai guruku spiritualku, Kiayi Abdullah. Bukannya aku tak mau menikahi anakmu, namun aku ingin memohon restu dari kedua orangtuaku terlebih dahulu. Jawabku dengan suara pelan.                              
Assalamu’alaikum wahai ananda kami Iqbal Maulana. Suara itu mengejutkan aku hingga aku memalingkan wajah, dan ternyata itu adalah ibu dan ayahku.                                                                   Mama dan ayah merestui hubungan kalian anakku, Ulfa Mailysa anak sosok gadis yang baik, ia juga memiliki agama yang benar yaitu islam, mama yakin hidupmu akan bahagia jika kamu menikah dan berumah tangga dengannya. Ia telah datang, pandanglah kewajahnya, bentuk wajah manis itu begitu indah dengan kerudung merah yang membungkus mahkota kepalanya, hatinya begitu bersih dan suci dari noda yang berasal dari tangan jahil pria-pria liar.  
Seketika aku terdiam, dan memerhatikan rupa nan mempesona itu, ternyata ia adalah sosok gadis yang kutemui di halte bus sebulan yang lalu, dan bahkan aku sempat bermimpi ia datang kepadaku di suatu malam sendirian sambil tersenyum manis.                                                                            Bagaimana anakku ? Kekayaan tak usah kamu fikirkan. Ia memang terlahir dari sebuah keluarga yang miskin, namun wahai anakku hatinya sangat kaya akan ilmu dan itu akan membuatmu lebih bermakana dalam menjalani hidup. 
Aku berusaha menghela nafas, lalu berkata, Wahai ibu dan ayah yang aku cintai. Wahai guruku yang aku hormati, aku sangat mencintai anakmu, dan aku setuju menikahinya. Tapi apakah putrimu setuju menikah denganku ? tanyaku dengan penuh rasa malu.                                                                           Aku hanyalah seorang pemuda pendosa, beribu kesalahan telah kulakukan hingga aku tak tahu pada hati siapakah cintaku harus berlabuh yang sekufu dengan denganku. Lanjutku kemudian.                                   
Aku bersedia wahai Iqbal Maulana, aku tak melihat siapa kamu dahulu, karena aku pun tak lebih baik darimu. Dosaku laksana butiran pasir di pesisir pantai, yang bahkan aku tak mampu untuk menghitungnya. Ujar gadis itu menyakinkanku.                                                                                       Aku yakin engkau adalah sosok yang tepat untukku, aku sungguh tak pernah tahu persis bagaimana keadaanmu dahulu, namun entah mengapa hatiku begitu yakin terhadapmu. Hidupku adalah untuk masa depan, dan itu bersamamu. Lanjutnya kemudian dengan tersenyum. Hingga aku merasa yakin dan pantas menjadi imam dalam keluarga dan keturunanya nanti.                                       
                                           
Perjalanan hidup terus berlanjut, hari demi hari suasana hatiku kian bahagia, bertambah lagi dengan hadirnya sosok penyemangat hidupku. Aku telah menikah dengan sosok partner rumah tangga yang baik untuk keturunanku nanti. Dan nuansa kenyamanan dan ketentraman telah ku miliki sejak detik ini, dan aku berjanji untuk menjadi sosok imam yang pantas dalam hidupya, dan begitu juga dengannya, cinta dan sayangnya yang berasal dari hati yang berlandaskan keimanan dan ketakwaan kepada sang khaliq dan karena itu cintanya tumbuh terhadapku.                                                                    

Kehidupan adalah misteri, Hari esok juga misteri, dan bahkan beberapa menit yang telah berlalu juga misteri yang pada awalnya semua orang tak pernah tahu sekenario sang pencipta. Ia ibarat jalan tol yang terjulur panjang menyusuri kota dimana tempat aku berteduh, Aku tidak tahu persis sampai batas mana aku harus melangkah, sebagai insan tuhan aku harus membenah diri menjadi hamba yang layak menduduki surganya nanti, karena surga adalah kado terindah tuhan untukku setelah istriku.                                    

Harta benda bukanlah segalanya bagiku, dengannya takkan mampu mengubah hati menjadi lebih baik dan lembut, karna didalamnya tiada terdapat ruh yang mampu menggerakkan hati menjadi tegar dan tenang, namun islam, ia mampu menjadi pelita hati dalam kegelapan, menjadi penyejuk jiwa disaat amarah menjadi tuan dan menduduki tahta mahkota hati.      
10632575_1509176689331127_8832795959750904202_n-1 (2).jpg



Aku yakin engkau adalah sosok yang tepat untukku, aku sungguh tak pernah tahu persis bagaimana keadaanmu dahulu, namun entah mengapa hatiku begitu yakin terhadapmu. Hidupku adalah untuk masa depan, dan itu bersamamu.
                             ….. Lanjutnya kemudian dengan tersenyum.
                                                                                                               ULFA MAILYSA

                                                                                                
cerpen inspirasi ''Tetesan Embun Penyegar Hidupku, (ISLAM)'' cerpen inspirasi ''Tetesan Embun Penyegar Hidupku, (ISLAM)'' Reviewed by IQBAL MAULANA on December 04, 2015 Rating: 5
Powered by Blogger.